Search

Fenomena Alay dari Kacamata Mahasiswa, Dosen Hingga Selebriti

Kapanlagi.com - Berbicara mengenai tren rasanya tidak akan ada habisnya. Apalagi, perkembangan teknologi yang semakin maju seperti media sosial, membuat semua orang bisa dengan mudahnya mengikuti tren. Akhir-akhir ini, tren tentang tayangan alay sedang hangat dibicarakan banyak orang. Responsnya pun beragam, sebagian pro, sebagian lagi kontra, mulai dari golongan artis hingga netizen. Setiap individu pengguna internet atau biasa disebut netizen bebas memberikan komentarnya. Namun, bukan solusi, acapkali isi kolom komentar malah memperkeruh suasana.

Sebelum kita lebih jauh, apa sih alay itu? Mengutip dari Wikipedia, Alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan". Istilah ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Selain itu, alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan (lebay) dan selalu berusaha menarik perhatian. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup.

Tren yang sedang ramai saat ini adalah soal Vlog Deddy Corbuzier yang membicarakan “Artis Alay” dengan segala kegiatannya termasuk tayangan alay. Beberapa saat setelah video itu keluar, banyak artis yang merasa tersinggung dan langsung bereaksi menanggapi. Di sisi lain, ada juga artis yang mendukung apa yang disampaikan oleh mantan Mentalis tersebut. Menariknya, bukan pusing memikirkan reaksi artis yang merasa tersinggung, Om Deddy justru dipanggil KPI. Tunggu, bukan karena kesalahan dari video itu, melainkan ia diundang untuk memberi masukan pada KPI tentang tayangan yang ada di pertelevisian Indonesia.

Deddy Corbuzier menghangatkan kembali topik alay dalam ranah pembicaraan netizen.Deddy Corbuzier menghangatkan kembali topik alay dalam ranah pembicaraan netizen.

Kapanlagi pun menelusur ke beberapa narasumber dari beberapa golongan yang berbeda, mulai dari anak-anak, mahasiswa, dosen, hingga artis itu sendiri. Mereka mengemukakan masing-masing pendapatnya tentang pengaruh tayangan “Alay” terhadap generasi muda.

Dari golongan anak yang beranjak dewasa, Saddam, pelajar berumur 15 tahun mengemukakan pendapatnya. Sebagai bagian dari generasi muda, Ia mengakui hal ini terjadi karena era globalisasi dan mengajak untuk memilih pilihan tontonan sejak dini.

“Karena memang pada zaman ini zaman era globalisasi, acara pertelevisian lebih banyak merekrut orang-orang yang rela menjadi apa saja demi mendapat uang, ga peduli mereka diberi job apa yang penting mereka dapet uang. Kalo memang dalam hal ini mau mencegah, ya itu dimulai sejak dini, jika punya sanak saudara, adik, kaka, dan keluarga terdekat, tolong pilihlah acara-acara yang memang benar benar memotivasi bukan hanya sekedar acara asal-asalan,” ujarnya.

Senada dengan kalangan mahasiswa. Dessy, salah seorang mahasiswi Universitas Indonesia ini ikut menganggapi tren ini. “Pengaruhnya banyak, bahkan mungkin mencakup semua aspek kehidupan anak muda. Pengaruh tersebut dapat berupa perubahan-perubahan sosial dalam kehidupan sehari-hari si anak muda. Nah, perubahan-perubahan sosial yang paling keliatan itu di antaranya, gaya hidup (pakaian dan rambut misalnya), tata krama, dan yang paling mencolok adalah gaya bicara. Tayangan ‘alay’ sebagai sebuah tayangan kekinian tentu memuat banyak konten-konten yang kekinian juga, konten-konten tersebut memerlukan bahasa sebagai perantara untuk menyampaikan isi hiburan, bahkan tidak jarang tayangan ‘alay’ tsb melahirkan sebuah istilah-istilah baru yang juga ‘alay’,” ungkap perempuan berumur 21 tahun ini.

Salah satu Dosen FIB UI, Silva Tenrisara Pertiwi Isma S.Hum., M.A. juga mengemukakan pendapatnya. Beliau menekankan bahwa alay itu banyak unsurnya, bisa dari bahasa, perilaku, hingga penampilan. Fokus beliau ada pada bahasa. Bagaimana bahasa yang digunakan “Alay” mampu mempengaruhi bahasa atau orang lain. Ia mempertanyakan sendiri apa itu definisi Alay yang dimaksud kebanyakan orang dan pengaruhnya pada bahasa Indonesia. Namun yang pasti, ia menyebutkan bahwa dari segi kebahasaan, bahasa yang digunakan “alay” merupakan penanda identitas mereka.

Ratna Djumala M.Hum saat ditemui di kampus juga menjawab pertanyaan tentang ini. Ia menyampaikan bahwa nilai yang terkandung dalam tontonan “Alay” tersebut secara tidak langsung akan diikuti oleh penontonnya, terutama anak-anak. Nilai tersebut merasuk ke dalam diri mereka tanpa disadari akibat kegiatan menonton yang dilakukan secara terus menerus.

“Nilai-nilai apa yang bisa diberikan kepada anak kalau nilai ‘alay’ saja yang disajikan. Bayangin seorang anak menonton sebuah tayangan yang agak kebanci-bancian, mengeluarkan kata-kata kasar, becanda tapi mukul, dan sebagainya. Ketika ditonton sama anak, ‘oh kaya gitu lucu ya, boleh juga saya tendang temen saya nanti di sekolah’. Mereka akan meniru, itulah anak-anak. Belum lagi di rumah, yang ditonton begitu, keluar rumah, tetangga begitu juga. Nilai-nilai itu secara tidak sadar terserap dalam diri mereka,” kata dosen yang mengajar mata kuliah Sastra Anak ini.

Tidak adil rasanya jika kita hanya melihat dari sisi luar saja. Kami juga mengutip reaksi beberapa penggiat dunia hiburan itu sendiri. Sebagai artis yang mempunyai program acara komedi, Jessica Iskandar dan Ruben Onsu menanggapi tentang tren tayangan alay dengan santai. Keduanya berargumen dengan dengan nada yang hampir sama.

"Kan emang acara komedi, isinya bercandaan, ya ditanggapinya jangan serius, ditanggapinya bercanda. Kita juga inginnya nyuguhin candaan yang ringan, yang bisa diterima seluruh umur. Kita selalu berusaha nyuguhin itu. Kalau nggak suka nggak usah nonton. Ya dibawa santai aja, nggak usah dipikirin nanti malah stres," ucap Jessica Iskandar ditemui di Plaza Senayan, Jakarta Pusat, Selasa malam (13/3).

“Alay tidak alay itu pemirsa yang menentukan. Bukan masalah gimmick, tapi banyak kok pilihan acara lain. Itu udah urusan masing-masing,” ucap suami Sarwendah ketika ditemui di kawasan Tendean pada Rabu (14/4).

Setiap orang memiliki hak untuk berargumen. Dari contoh di atas, kita bisa tahu persepsi dari masing-masing individu yang sekedar tahu hingga yang terlibat dalam dunia hiburan. Bukan untuk mencari siapa yang paling benar, melainkan dengan ini kita bisa menjadi lebih bijak dalam bersikap, khususnya soal tayangan apa yang sebaiknya ditonton.

Pandangan dari beberapa golongan ini setidaknya memberikan kita sebuah pandangan baru dan membuat kita lebih jernih dalam melihat sebuah tren. Pengaruh yang dihasilkan dari tayangan yang dianggap “alay” ini memang beragam, ada yang positif dan tentu ada negatifnya. Selebihnya, keputusan ada di tangan kita masing-masing untuk pintar dalam memilih tontonan mana yang layak untuk kita saksikan.

Ada Apa Sih Dengan Alay?
Berita Foto

(kpl/apt/dka)

Let's block ads! (Why?)

https://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/fenomena-alay-dari-kacamata-mahasiswa-dosen-hingga-selebriti-c1e692.html

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Fenomena Alay dari Kacamata Mahasiswa, Dosen Hingga Selebriti"

Post a Comment


Powered by Blogger.